LAUT YANG TENANG TAK AKAN MENGHASILKAN PELAUT YANG TANGGUH

Thursday, April 24, 2014

Tuah Taranoate

kata-kata beranak pinak bertunak-tunak puisi puisi tiada mati para pujangga kokohkan negeri taranoate taranoate koga i dadi susira lupa afa alam susira toma ngungana se ngoma-ngoma turunlah ke bumi dan rawatlah kami datanglah ke Ternate dan jadilah saksi taranoate taranoate koga i dadi susira lupa afa alam susira toma ngungana se ngoma-ngoma seribu negeri satu di bumi datanglah kemari kami menanti kepada asal kita kembali datanglah ke Ternate dan jadilah saksi DINO UMAHUK 12 Sept 2011   Sh...
Read more »

Sampai Kapan Kau Mengawini Sepi

uban yang  meruah di kepala adalah warna kain layar yang kian memudar seperti juga umurmu. menuju tubir pelaut… sampai kapan kau mengawini sepi demi angin yang terus membelokkan mimpi? DINO UMAHUK Ternate, 21 november 2011 Sh...
Read more »

Berlayar Mati

karena lidah tidak bertulang janji lelaki jangan dipegang mereka terlahir untuk bertualang apalagi bagi pelaut, tak selalu berlayar pulang hanya di laut alamat bertandang tinggi gunung seribu janji jangan engkau simpan di hati seribu tahun takan kembali para pelaut berlayar mati tak tahu dimana kuburnya nanti DINO UMAHUK Ternate 13 Desember 2011 Sh...
Read more »

Vaya Condios

seperti lirik lagu lama, kita telah saling mengucapkan selamat tinggal selamat berpisah untuk selama-lamanya ketika itu di ujung dermaga terakhir kali aku melambaikan tangan airmatamu jatuh berderai menyisir kenangan yang tersia bersama gerimis kau tahu johra, suatu hari nanti datang dan pergi lebih cepat dari perkiraan kita harus mengejarnya demi tujuan masing-masing. kita terlanjur menyimpan luka dan masa lalu adalah ucapan selamat tinggal seperti lagu lama yang menggantung di pelupuk mata kau nyanyikan deburan airmata mengombak aku di pelayaran penghabisan DINO UMAHUK Ternate, 19 Desember 2011 Vaya Condios: Lagu yang di populerkanoleh...
Read more »

Untuk Lelaki Laut yang Harus Pergi Atau Mati

  28 Desember 2011 pukul 1:44 dengarlah. dengar suara laut mememanggilmu mengapa begitu terlambat untuk datang? bukankah laut selalu di sini, rumahmu sepanjang musim? tak perlu risau tak perlu bersedih terlahir sekali mati pun sekali dengarlah. dengar suara laut mememanggilmu mengapa begitu lama engkau tak pulang? bukankah laut adalah kita, begitu juga cengkeh dan pala? perahu-perahu kecil lincah menari di atas gelombang gadis-gadis melambaikan jemari pertanda bimbang dengarlah. dengar laut menantimu berdebar-debar ombak-ombak bersekutu, memukul karang menjadi debu, gunung dan gua mengukir namamu di batu-batu sepanjang pantai menjadi...
Read more »

ULANG KE LAUT

-Iyut Fitra & Afrizal Malna- ada senja yang tak sempat dicatat. ketika kita melangkah bersama dihamparan daun-daun kering tempat dimana kita senantiasa bermimpi matahari. bayang-bayang kisah langit biru berawan antara daun-daun pala seperti permadani melapisi tanah dalam hutan dari gelisah seorang pelaut yang lupa arti pulang memperpanjang jejaknya hingga ke kotaku, tempat orang-orang datang dan pergi apakah kita bisa membuat arsitektur keheningan? sebuah janji atau mungkin kebimbangan biarlah ia bercerita seperti afrizal meminta pala dengan perih yang sama seperti pantun yang memuja kedamaian dimulai dari sini: kisah seorang yang...
Read more »

Berlayar Menuju Maut

siapakah yang diinginkan laut? para pelautkah, atau lelaki yang kehilangan malam air garam tiada berbatas. kata-kata tiada berbalas malam seolah tukang sihir yang mengirimkan hitam                                      : dari sisir mata angin siapakah yang diinginkan laut? para pelautkah, atau lelaki yang kehilangan malam jadi dan tidak sebaliknya - sehingga dan tidak sebaliknya kita hanya mampu menjala sedikit kata lalu jadilah puisi siapakah yang sungguh diinginkan...
Read more »

Laut yang Mabuk dan Lelaki yang Merapuh

laut memang selalu mabuk lekukan tanjung- sebuah palung. sebelum dermaga benar-benar hilang dari ketiadaan yang tiba-tiba menyambar lalu layar berkibaran tertiup angin malam menyimpan bayang gadis bergaun samar sebotol wine, memperpanjang kelam ketiadaan dan alamat pulang… laut memang selalu mabuk begitu pula lelaki yang merapuh setetes garam, mempertajam malam di dadanya anak-anak hujan memahat dendam DINO UMAHUK Ternate, 3 Februari 2012 Sh...
Read more »

Isabella Di Baixa

jam satu malam di Baixa menjadi kelambu aku berjalan kaki dari Alfama ke stasiun kereta Cais do Sodre mengenang kapal-kapal yang merapat ke dermaga dari pelayaran berabad lalu mencari Maluku mencari tanah leluhurku yang beraroma rempah dan malam di pusat kota Lisabon itu berselimut wewangi pala seorang perempuan muda terisak dibawah sorot lampu barangkali sedang putus cinta atau menanti kekasihnya yang tak kembali Ola nabiu kere nabiga Io buska ya mienya amada Nunca sabe ela ya undi ucapnya dalam tangis yang hilang ditelan gedung-gedung tua di Praca do Comercio jam satu malam di Baixa mengajakku bermenung ke dalam partitur keheningan hutan...
Read more »

Para Sempre Eu Vou Pra Casa

setiap kali memandang laut adalah setiap kali melihat kau berduka tetapi pelayaran mesti dituntaskan luka ditubuh harus digaramkan menjauh darimu tak mudah sungguh!  setiap kali menarik layar betapa harus menebak tanda rasi bintang di matamu atau teka-teki di balik senyuman andai dermaga menanda setiamu. sungguh! penghabisan kali menarik jangkar selamat tinggal. ku tak bertahan meski tak mudah melepas bayang selamat tinggal wahai kekasih selamanya ku takkan pulang* DINO UMAHUK  Ternate, 7 Maret 2012 Sh...
Read more »

Sebelum Laut Merebutku Sepi

Ken. bukankah cinta itu pernah kau sematkan di dadaku ketika angin begitu rindang berteduh di matamu dan ranting-ranting gemetar menahan malu cinta yang kau bilang sebening air laut ketika kita begitu belia menandai suka dari arah mata angin ? Ken. aku ingat betul senja itu ketika matahari tersenyum dan kau melipat sapu tanganmu dalam getar yang kemayu karena malu ombak laut mendengar bisik dari bibirmu rindu yang kau bilang seindah warna langit ketika kita begitu perawan melukis cinta di cakrawala Ken. aku rindu betul kepadamu seperti masa remaja dahulu rindu seorang lelaki yang lelah bertarung dan ingin pulang mengeringkan luka rindu...
Read more »

Morula Cerita Para Pecinta

dari setiap tetes airmatamu aku selalu memanen berton-ton puisi membawanya dalam kehangatan sepanjang pengembaraan ini bekalku. begitu yakin aku selalu bagai pada ibu meskipun gelas dan botol pecah berderai dan musik cinta di stage seperti denting kematian kau tahu. aku selalu ringkih meminta lelap di pangkumu disetiap tetes airmata yang tak pernah kau sembunyikan dariku kata-kata mengalir ke muara. lalu asing dalam teka-teki meski kadang tanyamu menghunus, kita sama pandai bersilat muka menyimpan rahasia sendiri-sendiri seperti dahulu tangismu di bandara ketika terakhir kau pulang dari kotaku kau belum bisa melepas gelang-gelang yang mengikatmu...
Read more »

Tentang Perempuan dan Gerhana di Pagar Rumah

ada kisah yang tak pernah mampu kau tuntaskan menjadi cinta meski halaman diary masih kosong menunggu puisi begitu ceritamu tentang bulan yang nyangkut di pagar rumahmu ketika itu terakhir kali aku berkunjung dan mengucap selamat tinggal ada gerhana yang tak pernah mampu kau sibak meski sejumlah tangan pernah datang menghela harapan ucapmu terbata pada surat terakhir yang sempat kubaca ketika itu musim telah jauh membawaku menyeberangi laut adakah yang lebih berat selain menunggu sesuatu yang tak pasti? begitu leguhmu tentang takdir yang mempersengketa ikatan waktu lalu kau bercerita tentang malam yang tak pernah tuntas menyingkap kelam nasib...
Read more »

Herinneringen in Amsterdam

dalam kelam bayang-bayang dini hari musim semi kau berikan maut dan waktu bagai nina bobo sebuah ayunan pada sebuah kursi taman yang warnanya selalu pucat dan larut malam di Amsterdam serupa ruang kematian di atas langit yang menjelma samudera kesunyian dari sisa gerimis di sekat pipimu “aku tak ingin melepasmu pergi” erangmu bagai akrobat seniman jalanan yang menirukan adegan petualangan peter pan dari sebuah buku yang dulu kau kirimkan padaku dengan sampul biru bergambar hatimu kau tahu Yohana, sejak pertemuan itu aku tak pernah bisa pergi, sebab airmatamu memanggilku bagai lentik hujan di atas buiksloterkanaal yang memanjakan sepasang...
Read more »

Seng Bisa Lapas Dari Hati

rinduku padamu adalah rindu kampung halaman rindu masa kecil yang selalu mengingatkan pulang di tubuhmu seluruh amuk badai mereda melupakanmu pun tak mudah, sungguh sama sulitnya melupakan lekuk tanjung di kampungku kita memang tak selalu bisa bersama seperti laut dan gunung terpisah jarak tetapi bukankah kita sama mengetahui bahwa muara adalah alamat menyimpan cerita seperti payau merejam seluruh amuk asin ke hangat pelukanmu yang meredam ombak? kau tahu Janiba, seluruh puisiku telah menemukan nasibnya di tubuhmu. dan kata-kata? kini menelusup ke ruang paling purba dari seluruh kisah hidup bagai sunyi hutan bakau dan rintih nelayan tua yang...
Read more »

Tiada Bisa Beta Mau Lupa

selain rindu apa yang bisa jadi penanda ketika jarak begitu menggila untuk di depa musim pancaroba. angin tiada berpeta beting-beting karang, tiada muara arus laut menyeret nasib kita seperti mainan waktu belia pada jarak yang sebegini menggila apa yang bisa kita perbuat selain merana jam dan kalender berbeda angka berbeda nama siang dan malam detak asmara memperpanjang jerit di dada, siapa sangka muara seluruh cerita haruslah bersua muka selain kenangan apa yang bisa kita tera sebagai bekal penahan luka rindu yang menggelora. debar di dada tiada bisa beta mau lupa, sio nona tunggu beta di bulan muka   DINO UMAHUK                                                           ...
Read more »

Mengenang Utrech di Akhir 2001

suatu senja di akhir musim semi mengenang saat pertama di Utrech dari pelarian berpuluh tahun lalu nenekku berkata: “nyong ee, seng apa-apa. katong akang bae-bae saja.” kakekku terduduk di sudut stasiun dalam kepanikan setelah pembajakan kereta api yang naas rindu pada tanah kelahiran dan cita-cita pada sebuah negara yang gagal mewujud “kami lari ke Belanda agar generasi Maluku tak punah”, ujarnya pelan seakan memutus harap udara musim semi menghembuskan aroma popeda dan kuah ikan ke wajahku yang mulai berguguran sepi di Utrech senja itu, aku melihat bunga-bunga tulip yang bermekaran menjelma kembang kubur dari mimpi lama yang tak mungkin...
Read more »

Lelaki Dengan Rindu yang Menderu

suatu kali kau bernyanyi tentang lagu selamat jalan lalu aku bertanya, apakah rindu itu seperti perahu bersipacu membunuh waktu atau tertambat sekujur waktu? lalu kau menangis di bahuku sambil berbisik: “aku hanya ingin menjadi kuda laut di hidup dan matimu” kita memang dua aras pada penghujung tiaptiap musim seperti barat dan timur yang mencipta angin muson bagi para nelayan dan bajak laut mengendarai angin menembus jarak menebus harap.berharap dekap lalu di dipan kau rebahkan gelagat paling hasrat “aku padamu tiada lagi berpaling alamat” desahmu melambat suatu kali kau pernah bertanya padaku tentang makna pelayaran lalu kunyanyikan sebuah...
Read more »

Sunday, April 20, 2014

TUTUR TINULAR (Daftar aktor dan aktris)

Para aktor dan aktris pengisi suara dalam sandiwara radio Tutur Tinular tersebut adalah para artis dari Sanggar Cerita dan Sanggar Prathivi, antara lain: Ferry Fadli sebagai Arya Kamandanu M. Aboed sebagai Arya Dwipangga, Ike Mese, Mpu Sasi, Ma Bo Yie, Sokol Lily Nur Indah Sari sebagai Nari Ratih, Luh Jinggan, Sunggi Elly Ermawatie sebagai Mei Shin Eddy Dhosa sebagai Lo Shi Shan, Mantri Segoro Winotan Ivone Rose sebagai Sakawuni Asdi Suhastra sebagai Mpu Ranubhaya, serta pembawa cerita untuk seri 091-720 Hari Akik sebagai Mpu Hanggareksa, Kebo Anengah, Gajah Mada Lukman Tambose sebagai Mpu Tong Bajil, Aki Tangkur, Ki Surabaya Margareth sebagai Dewi Sambi Herry Setiono sebagai Sanggrama Wijaya, Murdaja, Kuda Prana, Ra Yuyu Nusri Nurdin sebagai Lembu Sora, Luruh, Gagak Sali, serta pembawa...
Read more »

TUTUR TINULAR (profil Mei Shin,Sakawuni,Mpu Tong Bajil,Dewi Sambi,Mpu Renteng,Nini Ragarunting dan Kaki Tanparoang)

Mei Shin Adalah seorang pendekar wanita berkebangsaan Mongolia. Bersama suaminya Lou Shi San, Mei Shin berlayar ke tanah Jawa sambil membawa Pedang Nagapuspa ciptaan Empu Ranubaya. Namun di Tanah Jawa Mei Shin dan suaminya malah dikejar-kejar oleh Para prajurit kediri yang dipimpin oleh Empu Bajil dan Dewi Sambi. Mpu Bajil sangat menginginkan Pedang Nagapuspa. Oleh karena itu dia terus memburu Mei Shin dan Lou Shi San. Lou Shi San akhirnya tewas setelah beberapa lama hidup dalam pesakitan karena terkena Aji Segara Geni milik Mpu Tong Bajil. Mei Shin yang sebatang kara kemudian di tolong oleh Arya Kamandanu. Dalam kebersamaannya,...
Read more »

TUTUR TINULAR (Profil Arya Dwipangga)

Arya Dwipangga Adalah kakak Kamandanu. Dia gemar bersyair dan merayu para wanita dengan syair-syairnya itu. Dia mudah jatuh cinta pada perempuan cantik, meskipun perempuan itu kekasih adiknya sendiri. Pertama dia merebut Nari Ratih dan menikahinya. Dari pernikahannya dengan Nari Ratih Arya Dwipangga memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Panji Ketawang. Beberapa tahun kemudian Dwipangga bertemu dengan Mei Shin. Arya Dwipangga langsung jatuh cinta pada Mei Shin. Lagi-lagi Arya Dwipangga tidak berduli kalau Mei Shin adalah kekasih Kamandanu. Seperti biasa Arya Dwipangga menggunakan syair-syairnya untuk memikat Mei Shin. Namun...
Read more »

Pages 341234 »

Bale Ka Atas

 
abis baca komentar sadiki jua | biar katong baku kanal | salam hangat | par dong samua