Review 'Kala' (2007): Cerminan Sejarah dan Masa Depan
source : lauradamerosa
Kala, Film Noir, yang
dianggap sebagai sebuah loncatan dalam dunia perfilman Indonesia ini, memakai
setting tahun 50-an di suatu Negara antah berantah. Kala menceritakan tentang
bagaimana kehidupan pada zaman tersebut di Negara itu, mulai dari konflik,
politik, budaya, nilai, dan norma yang dianut oleh masyarakatnya.
Dari film tersebut, digambarkan pula rendahnya sisi kemanusiaan
seseorang terhadap orang lain pada masanya. Hal itu digambarkan dengan adegan
seorang wanita yang berdiri di tengah jalan langsung tertabrak dengan
mudahnya oleh mobil-mobil yang lewat atau lima orang maling yang tertangkap dibakar massa. Ini merupakan
cerminan realitas masyarakat yang seringkali main hakim sendiri. Meski Joko Anwar tidak menyebutkan Negara tersebut adalah
Indonesia, sulit untuk tidak berpikir demikian, melihat banyak
hal-hal yang menjadi cerminan kehidupan bermasyarakat di sini. Tentu saja
cerminan tersebut tidak diolah mentah-mentah, melainkan dibumbui ide dan gagasan baru.
Eros (Ario Bayu) dan Hendro (August Melasz) menjadi polisi yang menyelidiki kasus pembakaran lima maling tersebut. Sedangkan
Janus (Fachri Albar), seorang jurnalis, menjadi saksi mata wanita yang
tertabrak tadi akibat bunuh diri karena suaminya menjadi salah satu
korban pembakaran itu. Di tengah semakin carut-marutnya kehidupan di
Negara tersebut, Eros mengobrol dengan Hendro soal hal itu, lalu Hendro berkata
bahwa suatu hari nanti akan datang Ratu Adil yang membawa Negara itu pada
kemakmuran. Di samping itu, Janus, setelah melihat kejadian wanita tertabrak
tadi, mulai diikuti oleh semacam setan.
Kemunculan setan, ―yang sebenarnya bukan setan, karena ini
memang bukan film setan-setanan, bernama Pindoro (Jose Rizal Manua)
merupakan
bumbu dari realitas yang telah
digambarkan. Hemat cerita, Pindoro adalah penjaga harta yang disimpan
oleh presiden
pertama yang sebenarnya kepunyaan raja-raja
Nusantara, bertujuan untuk diwariskan ke generasi berikutnya sebagai
modal pembentukan Negara kesatuan. Namun, banyak yang ingin mengambil
harta tersebut. Kalau dihubungkan dengan keadaan sekarang, ini
digambarkan dengan pejabat yang 'makan' uang rakyat.
Yang harus diingat adalah Pindoro merupakan mahkluk gaib
yang tidak bisa menjangkau kehidupan manusia dan membunuh orang-orang
yang berusaha
mengambil harta. Maka tersebutlah Ronggoweni (Sujiwo Tejo) yang membantu
Pindoro. Setelah wafat, ia digantikan oleh Ranti (Fahrani),
keturunannya.
Sampai suatu hari beberapa orang bekerja sama ingin meraup harta
tersebut. Janus ditangkap
untuk membeberkan di mana letak harta tersebut karena Janus memang
mengetahuinya. Sedangkan Eros tengah membuntuti salah satu dari mereka.
Ketika sampai di tempat persembunyian harta, Ranti
pun membunuh orang-orang itu, tetapi tidak dengan Janus dan Eros.
Alasannya terdapat pada ramalan Jayabaya yang pernah dibacakan Hendro,
"Saat negara baru (republik) berusia
setengah abad, perebutan harta karun akan semakin hebat. Satu (manusia) akan
menjadi pemegang rahasia tersebut yang bisa dipercaya, dia akan dikenal sebagai
Sang Penidur. Pada saatnya, sang penidur akan menyampaikan rahasia harta kepada
sang ratu adil. Pemimpin yang akan membawa bangsa ke pintu kemakmuran. Di
sebelah bukit ketiganya akan bertemu. Tapi pertemuannya (ketiganya) adalah
sebuah perjuangan yang berat. Karena sejak saat itu kejahatan juga akan bersatu
untuk membuat mereka gagal. Perang, penyakit, bencana akan datang silih
berganti menguji perjuangan mereka."
Ya, Janus adalah Sang Penidur dan Eros adalah Ratu
Adil. Eros yang digambarkan sebagai seorang gay menunjukan bahwa
Ratu Adil bukanlah tentang gender, karena seringkali seorang gay tidak
dianggap keberadaannya. Tetapi dalam film ini, ia dapat menjadi
seseorang yang nantinya membawa
suatu Negara pada kemakmuran.
Sedangkan, Janus, seorang wartawan, menjadi
Sang Penidur, karena nantinya di dunia ini akan banyak fakta yang
diketahui oleh wartawan sebagai perpanjangan tangan informasi Negara. Pemegang rahasia Negara ini harusnya dapat dipercaya.
Yang membuat bingung justru kehadiran Pindoro. Ternyata setelah saya
renungkan kembali, Pindoro menjadi cerminan bahwa kehidupan ini dipenuhi
hal mistis yang tidak logis. Film ini meramu sejarah dan masa depan
dalam satu cerita. Bahwasanya, kenyataan seringkali terangkat dari
fantasi yang pernah ada.
Keterangan:
Film Noir: Istilah sinematik yang mengambil gambar ala film Holywood,
seperti dalam drama kriminal di Holywood. Berasal dari bahasa Prancis yang
artinya "film kelam".
0 komentar:
Post a Comment